Kota, Korsum
Penyegelan SDN Kirisik yang dilakukan oleh ahli
waris, Sabtu (13/5), disayangkan oleh Pihak Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten
Sumedang. Pasalnya, penyegelan tersebut dianggap tanpa ada dasar hukumnya.
Seperti dikatakan oleh Sekretaris Dinas
Pendidikan Kabupaten Sumedang, Unep Hidayat, bahwa kalau hendak menuntut ganti
rugi ke Pemkab Sumedang soal lahan tanah yang digunakan SDN Kirisik Desa
Kirisik Kecamatan Jatinunggal, seharusnya pihak ahli waris melakukan upaya
hukum melalui gugatan ke Pengadilan Negeri. “Sebab, kalau hanya menuntut tanah
itu supaya dibayar, Pemerintah Kabupaten Sumedang jelas tidak akan membayarnya
karena tidak ada dasar hukumnya,” ujarnya, Selasa (16/7), di Gedung Negara
Sumedang.
Unep sangat menyayangkan kejadian penyegelan
sekolah tersebut. Menurutnya, kalau melalui gugatan ke pengadilan, jika tanah
itu dinyatakan memang milik ahli waris, dan Pemkab Sumedang diharuskan membayar,
maka persoalan menjadi jelas. Unep menuturkan, pihaknya sudah menyarankan agar
persoalan ini ditempuh melalui jalur hukum. “Tetapi pihak ahli waris tidak
menghiraukannya, malah menyegel ruang kelas karena menuntut supaya Pemkab
Sumedang membayar tanah tersebut,” tuturnya.
Tanah yang dipersoalkan itu, lanjutnya, seluas
sekitar 50 tumbak, dan di atasnya berdiri tiga ruang kelas dari tujuh ruang
kelas, dengan jumlah murid di bawah 100 siswa. “20 siswa yang mengikuti ujian
itu dipindahkan tempatnya supaya tidak terganggu,” katanya.
Unep mengungkapkan, munculnya persoalan tuntutan
itu baru sekitar tiga tahun belakangan, padahal SDN Kirisik berdiri sejak tahun
1921 yang lalu, masih zaman penjajahan Belanda. Menurut Unep, bangunan sekolah
dasar di Kabupaten Sumedang sekitar 80 persen berdiri di tanah desa dan
kebanyakan tidak ada administrasi status kepemilikan, hibah atau surat
legalitas lainnya.
Sementara dihubungi melalui telepon genggamnya, Sekretaris
Komisi C DPRD Sumedang, Dadang Romansah secara tegas meminta aksi penyegelan
SDN Kirisik dihentikan. Adapun persoalan permintaan pihak ahli waris yang ingin
dibayar lahan tanahnya, seharusnya bisa diselesaikan secara bijak. Aksi
penyegelan tersebut secara tidak langsung akan berdampak pada psikologis siswa
serta para pengajarnya. “Kami harap jangan korbankan anak-anak (siswa). Tolong
hentikan penyegelan itu,” tegasnya.
Apapun masalahnya, kata Dadang, sebenarnya bisa
dibicarakan bersama. Perundingan antara pemda dan ahli waris bisa difasilitasi
pihak DPRD guna mencari solusi terbaik. Persoalan meruncing dan berujung pada
penyegelan lebih disebabkan tidak ada koordinasi yang baik.
“Betapa sedihnya anak-anak tidak bisa ujian di
sekolah mereka, karena itu hentikan penyegelan. Mari kita duduk bersama. Bukan
hal yang sulit bagi pemda jika harus menyelesaikan tuntutan ganti rugi lahan,”
imbuhnya.
Ia juga menghimbau pihak Dinas Pendidikan
sebaiknya proaktif melakukan pendekatan dan berkomunikasi langsung dengan pihak
penggugat atau ahli waris, agar persoalan bisa terselesaikan. Karena Disdik
memiliki kewajiban moral untuk menjaga keberlangsungan proses pendidikan di SDN
Kirisik. “Kalau misalnya akhiratnya harus dibayar, anggaran bisa diupayakan
dari APBD perubahan nanti. Masalah pendidikan jangan sampai dibiarkan tanpa
solusi yang cepat,” tandasnya.
Dadang menegaskan, kejadian ini harus dijadikan
pembelajaran juga bagi pemda. Jangan sampai kejadian serupa gugatan-gugatan
seperti yang menimpa SDN Kirisik terulang lagi nanti. Karena banyak lahan
pribadi yang diwakafkan untuk sekolah tanpa ada bukti tertulis penyerahan dari
pemilik. “Kami sudah berkoordinasi dengan Disdik untuk segera melakukan
komunikasi dengan penggugat,” pungkasnya.
Sebelumnya penyegelan tersebut diakibatkan kekesalan
ahli waris, karena setelah persoalan tersebut disampaikan ke pihak Disdik
Sumedang, dari sekitar 1 tahun lalu hingga kini tidak ada penyelesaian. Sahidin
(56) salah satu ahli waris menyebutkan, pihaknya akan melakukan penyegelan
bangunan kelas SDN Kirisik, semata hanya ingin mengambil kembali hak atas lahan
milik orangtuanya yang kini di atas lahannya berdiri ruang kelas SDN Kirisik.
Pembangunan SDN Kirisik sendiri dibangun sekitar tahun 74-an.
Diakui, rencana pengambilan hak atas tanah
seluas 50 bata tersebut sudah beberapa kali disampaikan ke Disdik. Saat
penyampaian dulu, pihak Disdik berjanji menyelesaikan perihal itu. Namun
setelah ditunggu, tak ada respon yang baik dari pihak terkait. “Saya tetap menuntut
hak keluarga kami. Yakni lahan yang dipakai SDN Kirisik. Karena kami yakin
lahan tersebut milik orang tua kami,” katanya.
Sahidin
juga mengatakan, pihaknya berani mengambil langkah itu, karena memiliki
kekuatan atas hak kepemilikan lahan tersebut berupa leter C dan bukti Surat
Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) atas nama Warta (almarhum). “Surat tanah
keluarga kami 114 bata tapi sudah dijual sekitar 70 bata, lahan yang masih
mutlak milik Warta alm warga Dusun Kirisik, Desa kirisik, Kecamatan Jatinunggal
kini hanya tinggal 50 bata,” pungkasnya.**[Acep
Shandy]
0 Komentar