Kota,
Korsum
Jelang nanti di tahun anggaran 2018, APBD Kabupaten Sumedang dinilai akan sekarat, akibat besar pasak
daripada tiang. Besarnya anggaran
belanja pegawai tidak sebanding dengan pendapatan daerah, ditambah lagi dengan
persiapan dana pemilukada,
otomatis ABPD Sumedang akan
tersedot dan diperparah dengan kenaikan tunjangan dewan yang tidak tepat
waktunya. Sementara,
tunjangan tersebut bisa ditunda tatkala kemampuan keuangan Pemerintahan Daerah
belum optimal.
“Tahun 2018 Kabupaten Sumedang
akan sekarat, kegiatan kegiatan di SKPD dipangkas, bahkan tidak sedikit SKPD yang sama
sekali tidak memiliki kegiatan, pihak dari anggaran akan meloloskan kegiatan
yang benar benar efesien dan efektif, dalam perubahan sekarang pun hampir di
setiap SKPD tidak ada kegiatan,” ungkap Abah Jip, Ketua
LSM Barak, saat
dikonfirmasi Korsum,
Selasa (3/10).
Soal kenaikan tunjangan DPRD,
kata Abah Jip, tidak etis dilakukan kenaikan tersebut, karena ABPD sedang dalam keadaan
kolaps, benar benar defisit APBD
Sumedang, malah dipaksakan DPRD tunjangannya harus naik.
“Seharusnya DPRD itu berpihak
kepada rakyat, bukan mementingkan diri sendiri,
bukan melarang untuk naik tunjangan tersebut, namun tolong lihat dulu kondisi
anggarannya, bukan harus dibanding bandingkan dengan kabupaten lain, bahwa
kabupaten lain itu tunjangan sudah pada naik, tolonglah lihat kondisinya,
dampak dari defisitnya APBD Sumedang sangat besar, intinya rakyat pun sangat
merasakan sulitnya mencari nafkah,” jelasnya.
Masih kata Abah Jip, jelang tahun
2018 akan benar benar terasanya, kondisi iklim politik panas, diperparah lagi
dengan situasi anggaran yang bisa dikatakan sekarat alias Kabupaten Sumedang
sepertinya akan bangkrut.
“ Lihat saja nanti, tahun 2018
akan seperti apa Kabupaten Sumedang ini?,
serba sulit itu pasti, suhu politik makin panas, lihat saja di dalam anggaran
tahun 2018, bahkan bantuan keuangan dari pusatpun dikurangi, kenapa Sumedang
jadi seperti ini?,” ujarnya.
Sementara, dikatakan Kepala Bidang Anggaran
pada BPKA Kabupaten Sumedang,
Maman
Nurachman, menjelaskan, dengan situasi keuangan daerah yang
memang diakui defisit untuk tahun 2018, namun demikian Kabupaten Sumedang
keuangannya akan normal kembali setelah adanya bupati baru di tahun 2019.
“Pada intinya dana perimbangan
itu tidak sebesar apa yang ditargetkan dari awal berkurang 2%, pada saat di
RKPD diasumsikan naik 2%, pada peraturan baru disampaikan di APBN bahwa
pendapatan itu berkurang 2%, dan hal itu berpengaruh terhadap anggaran belanja,
disamping itu juga ada biaya biaya yang harus dikeluarkan untuk pelaksanaan
pilkada dan itu mempengaruhi terhadap belanja normal,” jelas Maman, saat dikonfirmasi Korsum, Jumat (6/10), melalui telepon genggamnya.
Untuk Pilkada di tahun 2018 itu, jelas
Maman, KPU dianggarkan Rp 11
miliar, kemudian untuk Panwas Rp 5 miliar dan ditambah biaya pengamanan,
hal tersebut sangat berpengaruh terhadap APBD Sumedang.
“ Selain itu, ada juga tindak
lanjut temuan BPK, dan juga ada kewajiban kewajiban yang harus dibayar di tahun
2018 sebesar Rp 31 miliar
dalam bentuk kegiatan, setiap tahun anggaran Kabupaten Sumedang sangat mengandalkan
keuangan dari pusat, ketika pusat mengurangi lungsuran dananya, otomatis akan sangat terasa,
karena PAD Sumedang sekitar Rp 360
miliar dari pajak dan retribusi,
sementara APBD Kabupaten Sumedang sebesar Rp 2,6 triliun, jadi untuk tahun
2019 akan normal kembali dengan bupati yang baru,” katanya lagi.**[Dady]
0 Komentar