Kota, Korsum
Penyakit
maag, atau dalam istilah medis lebih dikenal dengan dispepsia, seringkali dianggap remeh oleh masyarakat karena begitu
banyak obat-obat maag yang dapat dibeli secara bebas di apotek, toko obat,
bahkan di warung atau kios. Padahal, apabila penyakit ini tidak ditangani
dengan baik, maka keluhannya dapat berulang dan tak kunjung sembuh, atau bahkan
menimbulkan komplikasi yang dapat mengancam jiwa.
Menurut
dr. Fauliza Rakhima, Sp.PD, gejala yang ditimbulkan penyakit maag ini biasanya rasa
tidak nyaman di daerah perut bagian atas. Rasa tidak nyaman tersebut berupa
nyeri ulu hati, rasa terbakar di ulu hati, rasa penuh setelah makan, cepat
kenyang, rasa kembung pada saluran cerna bagian atas, mual, muntah dan sendawa.
Penyebab
dispepsia, kata Fauliza, diantaranya infeksi bakteri Helicobacter pylori, obat-obatan pereda nyeri atau anti radang
(obat anti-inflamasi non-sterois/OAINS), gangguan gerakan lambung, peningkatan
asam lambung, sensitivitas saluran cerna yang berlebihan, dan faktor
psikologis.
“Faktor-faktor
lainnya adalah genetik, gaya hidup, lingkungan, diet dan riwayat infeksi
saluran cerna sebelumnya,” kata salah seorang doter di RSUD Sumedang ini, Kamis
(2/11) di kantornya.
Dituturkan,
gangguan pada gerakan lambung berupa menurunnya kapasitas lambung dalam
menerima makanan, atau lambung memerlukan waktu yang lebih lama untuk
mengosongkan makanan yang dicerna. Sehingga perut terasa begah, kembung dan
penuh setelah makan.
“Gangguan
psikologis seperti depresi dan cemas, dapat juga mencetuskan gejala dispepsia.
Semakin berat gangguan psikologis yang dialami seseorang akan memperparah
penyakit dispepsianya,” tuturnya.
dr.
Fauliza menyebutkan, dispepsia dibagi menjadi dispepsia organik dan dispepsia
fungsional. Dispepsia organik terdiri dari tukak lambung, tukak duodenum/usus
dua belas jari, gastritis, duodenitis dan keganasan/tumor. Sedangkan dispepsia
fungsional adalah apabila tidak didapatkan kelainan seperti pada dispepsia
organik dan gejalanya sudah dirasakan sejak 6 bulan sebelumnya setidaknya
selama tiga bulan terakhir.
Pada
tukak lambung, lapisan mukosa yang melapisi lambung mengalami kerusakan, sehingga
kondisinya mirip dengan kulit yang terluka. Apabila lukanya dangkal maka
lapisan lambung hanya akan berwarna kemerahan. Sedangkan jika lukanya lebih
dalam hingga mengenai pembuluh darah, maka dapat timbul perdarahan saluran
cerna yang ditandai dengan muntah darah berwarna merah segar atau berwarna
hitam seperti ampas kopi, buang air besar darah atau berwarna hitam seperti
ter, atau gejala anemia/kurang darah seperti lemah, letih, lesu, pucat dan
pandangan berkunang-kunang.
Fauliza
pun mengatakan, dispepsia yang tidak ditangani dengan baik dapat berlanjut pada
kondisi yang lebih berat dan lebih parah, bahkan hingga mengancam nyawa. Ada
beberapa tanda bahaya pada dispepsia yang harus diwaspadai, diantaranya penurunan
berat badan, nyeri menelan atau kesulitan menelan, muntah yang berulang kali
atau terus menerus, muntah darah/hitam, buang air besar darah atau hitam yang
menandakan perdarahan saluran cerna, gejala anemia seperti lemah, letih, lesu,
pucat dan pandangan berkunang-kunang, demam atau panas badan, serta terdapat
benjolan di perut bagian atas.
Dalam
menangani dispepsia, lanjutnya, tidak cukup hanya dengan minum obat maag saja, tapi
ada beberapa hal yang juga harus diperhatikan, yaitu menghindari makanan yang
mencetuskan atau memperberat dispepsia seperti makanan pedas, mengandung kadar
asamatau kafein yang tinggi, makanan/minuman beralkohol, dan makanan tinggi
lemak.
Selain
itu juga harus menjaga pola hidup sehat dengan olahraga teratur, menurunkan
berat badan berlebih, menghadapi masalah dengan pikiran positif agar terhindar
dari cemas, stress dan depresi. Menghindari tidur atau berbaring dalam waktu 2
sampai 3 jam setelah makan, makan dengan porsi lebih kecil dan frekuensi lebih
sering dapat membantu mengurangi gejala dispepsia, dibandingkan dengan makan
dua atau tiga kali sehari dalam porsi besar, serta menghindari makan snack atau
ngemil di malam hari.
“Apabila
merasakan gejala dispepsia, maka anda sebaiknya segera memeriksakan diri ke
dokter atau pusat pelayanan kesehatan untuk ditangani lebih lanjut,” pungkas
Fauliza..
Jumlah
penderita dispepsia di Indonesia mencapai sepertiga (30%) dari seluruh pasien
yang berobat ke dokter umum dan ini merupakan jumlah yang cukup besar.**[Hendra|Dady]
0 comments:
Post a Comment