Kota, Korsum
Informasi di lapangan bahwa seluruh tenaga
pendidik honorer yang berada di bawah naungan Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten
Sumedang akan melayangkan Surat Penugasan kepada tenaga pendidik non PNS
tertanggal 22 Januari 2018. Hal tersebut, membuat heran berbagai kalangan sebab
Disdik baru menurunkan SK di tengah perhelatan pilkada 2018, sehingga
melibatkan ribuan tenaga pendidik lewat suatu keputusan Bupati Sumedang yang dilimpahkan
ke dinas pendidikan.
Menurut Kepala Dinas
Pendidikan (Kadisdik), Sonson Nurikhsan, ada ribuan tenaga pendidik yang akan
diberi penghargaan berupa surat keputusan penugasan tenaga pendidik non PNS.
"Mereka para tenaga
pendidik non PNS yang sudah terlunta-lunta sejak agustus 2017 lalu menggeruduk
IPP, oleh karena itu mereka akan mendapat SK kepala dinas, atas kewenangan
bupati dilimpahkan kepada kepala dinas untuk penugasan bagi tenaga honorer yang
bersumber dari dana bos," ujar Sonson, saat ditemui Korsum, di ruang
kerjanya, Jumat (19/1).
Nantinya, lanjut Sonson,
sebanyak empat ribuan TPG non PNS, atas limpahan dari bupati akan punya surat
penugasan, dasar pertimbangan honorer NUPTK untuk mendapatkan sertifikasi atau
tunjangan profesi guru atau kalau di swasta sesuai dengan ketentuan jam
mengajar.
Dirinya juga mengatakan,
bahwa tidak ada masa berlaku pada SK penugasan tersebut selagi tidak ada
perubahan kebijakan. Selain itu yang menerima SK penugasan tersebut hanya
diperuntukkan sekolah yang berada di cakupan dinas pendidikan Kabupaten Sumedang
"Untuk masa berlaku
itu tidak ada, sebab mulai tahun ini ketika nanti hari senin pun itu sudah sah
milik mereka, kecuali kalau ada perubahan kebijakan dari kepala daerah. Jadi
nanti ada dua gelombang antara tanggal 22 dan 23 januari, kemudian untuk
tanggal 24 itu ada evaluasi anggaran 2017
dan sosialisasi anggaran 2018," lanjut Sonson.
Jadi mereka yang
mendapat SK penugasan itu merupakan titi
mangsa sejak limpahan kewenangan masuk ke bos, guru mata pelajaran, guru
kelas, guru TK, guru SD, guru SMP, data mereka harus termasuk semua dalam
verifikasi validasi terhitung desember 2016.
Kalau dulu kan untuk
honor TPG itu atas perjanjian kerja Kepsek ama yang bersangkutan, dulu namanya
surat tugas kepala sekolah, nah sekarang awal tahun 2017 jadi ada usulan dari
kepala daerah dan akhirnya lewat verifikasi validasi kan itu ada datanya siapa
saja TPG yang berada di lingkungan Disdik, maka diambil yang tahun 2016 ke
bawah, melalui pertimbangan keputusan kepala daerah.
Saat disinggung terkait
keputusan yang dikeluarkan disdik di tengah perhelatan pilkada 2018, Sonson
menegaskan tidak ada hubungannya dengan situasi politik yang sedang menghangat
saat ini di Sumedang.
"Tentu saja sama
sekali tidak ada kaitannya dengan pilkada, ini kami berdasarkan permendikbud
tahun 2016 melayu verifikasi validasi data TPG yang sudah dilakukan sejak
jauh-jauh hari pada tahun 2017. Yang menerima kan banyak mencapai ribuan
sehingga baru selesai tahun ini" tuturnya.
Selain itu dirinya membeberkan
standar nilai honor yang diberikan kepada TPG jika mereka sudah mendapat SK
Penugasan dari Disdik
"Berdasarkan
permendikbud tentang bos, moratorium akhir desember 2016 maksimal 15% dari bos
sekolah, untuk honor dari jumlah bos dari sekolah itu tidak boleh lebih dari
15% dibagi dengan jumlah guru honorer
yang ada di sekolah tersebut. Jadi tidak boleh lebih dari 15% sebab kalau lebih
itu akan mengganggu anggaran lainnya, misalkan kita ambil contoh, pengadaan
buku porsinya hanya 20% kalau melebihi angka tersebut itu akan mengambil
anggaran yang lain.
Oleh sebab itu, saya
sedang merumuskan berapa standar yang harus ditetapkan untuk honor TPG ini,
jadi harapannya standar umum standar dasar, standar pemerataan harus berdasar
jam mengajar, standar biaya untuk honorer pun sebagian ada yang dari APBD,” katanya.
Sementara, Ketua Komisi
A DPRD Sumedang, Jajang Heryana,
berharap tenaga honorer diberikan pencerahan terkait UU ASN, Permendiknas. “Dalam
UU ASN tidak ada namanya honorer jadi tidak tahu nasib honorer kedepanya mau
bagaimana?. Lalu SK penugasan yang akan diberikan kepada tenaga honorer jangan
dijadikan alat politik. Sebab karunya
honorer diiming-imingi angin surga d
bobodo wae,” ujar Jajang.
Dikatakan Jajang,
pihaknya mendorong ASN yang bermain politik menjelang Pilkada untuk tetap netral,
sebab kalau ada yang bermain politik praktis akan dilaporkan ke Bawaslu. “Bagi
para pejabat ASN jangan bermain api bisi
kaduruk dan bagi tenaga honorer sebaiknya menunggu dan berjuang di pusat
untuk mengawal perubahan UU ASN, supaya berpihak kepada tenaga honorer,” jelasnya.**[F.Arif]
0 Komentar