Kota,
KORAN
SUMEDANG
Pasar Inpres Sumedang ibarat
‘lumbung padi’ pengahasil Pendapatan
Asli Daerah (PAD) yang secara terus menerus masuk ke kas daerah. Namun ironis,
pasar rakyat ini seolah tak dipandang sebelah mata karena kondisinya sungguh
memprihatinkan.
Pasar Inpres adalah
pasar tradisional terkenal kumuh dan kotor, terlebih musim hujan sekaran ini,
becek membuat pengunjung jingkrak-jingkrak takut kotor kena lumpur. Hal
tersebut beberapa para pedagang berswadaya lakukan pemeluran jalan diarea pasar
sehingga pengunjung tak lagi takut kena kotor lagi.
Plt Sekretaris Dinas
Indag Engkos diruang kerjanya, Kamis (15/11) mengatakan, kegiatan para pedangan
itu mengingat kondisi pasar Inpres memprihatinkan. Dalam area pasar becek dan
saluran air tidak jalan ketika hujan, bahkan atapnya pada bocor. Maka tak heran
jika pengunjung pasar itu mengenakan sepatu bot.
“Para pedagang
berinsiatif atas peran pengurus Hikwapa menghimpun swadaya untuk mempelesterisasi pemeluran jalan
dalam area pasar. Kegiatan itu untuk meminalisir kondisi pasar rakyat yang
becek dan kotor, “ujarnya.
Pemeluran jalan di area
pasar itu diperkirakan panjang sekitar 50 meter. Padahal sejatinya kata Engkos,
Pemkab yang lebih memperhatikan kondisi pasar seperti itu. Dimana dalam program
ada penyediaan sarana prasara UPT pasar.
Atasnama Dinas Indag
sebut Engkos, ucapkan terima kasih kepada pedagang yang telah memperhatiakn
kondisi pasar seperti itu. Sebab pasar itu merupakan falisitas umum
perekonomian rakyat yang perlu dipelihara semua elemen.
“Saya ke pasar Inpres
awalnya tidak tahu kegiatan itu, karena tujuannya hanya monitoring adiministrasi pengelola pasar.
Sebab pasar Inpres merupakan salah satu sumber PAD hasil pungutan retribusi
masuk kas daerah sehingga pembinaanya ada di sekretariatan,” katanya.
Kondisi pasar kotor
seperti itu berpengaruh terhadap raihan PAD. Sebab pengunjung enggan belanja,
lebih memilih pasar modert hingga berakibat omset para pedagang pasar Inpres
menurun. Pungutan retribusi cukup sulit karena pedagang memprioritaskan pengembalian
modal.
“Jualan tak laku karena sepi pengunjung maka pembayaran retribusi
diabaikan. Sehingga harus monitoring administrasi pungutan retribusi pasar
secara insten karena dari pendapatan itu rentan terhadap penyalahgunaan. Pihak
Dinas Indag senantiasa terapkan kejujuran,” tandasnya.
Biaya pemeliharaan pasar
rakyat lanjtnya, hampir tiap tahun
mengusulkan anggaran untuk merevitalisasi pasar inpres. Namun masih belum
muncul, tapi dipastikan tahun berikutnya manawi
pareng, muncul anggran untuk pasar Inpres.**[yf saefudin]
0 Komentar