Sumut, KORAN
SUMEDANG
Sudah kurang
lebih lima tahun ini, Pembebasan jalan tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu)
dengan dengan jarak 60 Km. Tepatnya di tahapan ke tiga Sumedang-Cimalaka dengan
jarak 3,73 Km yang letaknya di Desa Mekarjaya Kecamatan Sumedang Utara Rt 02/Rw 07
sebuah rumah
dan lahan warga yang hingga saat ini masih belum dibebaskan oleh Panitia Jalan
tol, karena terkendala oleh penawaran.
Sementara,
rumah warga tersebut kini hanya tinggal sendiri yang
belum dibebaskan.
Pengakuan
Encang
(61), pemilik rumah tersebut bahwa keluarganya tidak
menghalangi-halangi program pemerintah yaitu pembangunan
jalan tol apalagi untuk kepentingan bersama atau umum, itu silahkan saja, namun
dia berharap agar juga dipertimbangkan dan dipikirkan
kewajaran dalam menilai harga bangunan dan tanah.
“Rumah saya ini
posisinya dipinggir jalan Desa Mekarjaya dengan luasan tanah kurang lebih 30
bata, bangunan rumah juga permanen. Mau dibangun jalan tol dan akan dibebaskan
tanah dan bangunan sejak tahun 2014 silam, maka pada tahun 2014 tersebut, tim appraisal (penilai)
menilai dan menaksir harga tanah dan bangunan ke setiap warga, hasilnya bervariasi sesuai
dengan kondisi tanah di dalam perkampungan tentunya akan beda nilai jualnya
dengan tanah di pinggir jalan,” jelas Encang, saat
diwawancarai Koran Sumedang, Kamis (11/4), di kediamannya.
Mulai tahun 2014
tersebut, kata Encang, banyaklah rumah warga yang dibebaskan dengan beberapa
tahapan, pembayaran terus berproses, sementara, rumah pribadinya yang luasan
kurang lebih 30 bata tersebut sudah bersertifikat dengan kondsi bangunan sudah
permanen.
“Tahun 2014 itu
saya sudah tinggal menerima uang pengganti sebesar Rp
800
juta atas nilai bangunan dan tanah, namun saya tolak
karena
harga Rp 800 juta tersebut hanya sebagian saja tidak
semuanya, artinya rumah saya akan dibagi dua, yang bagian belakang itu oleh
tol, sementara yang depannya masih milik saya. Saya berisikeras, tidak mau
menjualnya kalau tidak dibebaskan semuanya,”
ujar
Encang.
Ia melanjutkan,
alhasil dan tidak terasa waktu sudah lima tahun ini masih menggantung tanpa ada
kejelasan, samping kiri sudah dibebaskan di sisakan 10 bata (belum dibebaskan),
di samping kanan juga sudah di bebaskan di sisakan tiga bata, di belakang rumah
sudah hilir mudik kendaraan besar dan sudah acak acakan, musim kemarau debunya
luar biasa, musim hujan beceknya minta ampun.
“Istri saya ini,
jualan sembako dirumah dan sekarang sampai tidak jualan lagi, karena sudah
jarang pembeli, ditambah jalan desa kawas
wahangan sa’at yang lebih parahnya jalan didepan rumah saya ini akan dialihkan
ke jalan Bojong, artinya kalau saya jual ke tol bagian belakangnya saja, jalan
desa sudah jadi jalan buntu karena akan dipindahkan, lalu bagaimana dengan
nasib saya?, program pemerintah apakah harus merugikan warganya? Katanya soal
pembebasan tol adalah ganti untung nyatanya sekarang kami jadi bingung, mau
ngadu kesiapa?,” kesalnya.
Lebih jauh
Encang mengaku aneh, pembebasan tol seperti
dipermainkan,
kenapa harus disisa sisa kan pembeliannya?, masa ada yang disisakan
tiga bata, ada enam bata, ada 10 bata apa maksudnya?. Dengan adanya
pembebasan tol di Desa Mekarjaya, warga kebanyakan jadi susah hidupnya, pas
pindah ke tempat baru malah membangun rumahnya kebanyakan tidak selesai.
“Mau sampai
kapanpun juga kami tidak akan pindah sebelum harganya kami anggap cukup, lain rek aji mumpung, coba fikir,
duit Rp
800 juta jaman ayeuna
cukup kanu naon? Anak tilu kudu kabagean, menang lahan dai moal aya nu murah,
acan ngabangun na, arek di bikeun nu tukangna wungkul pan jalan desa hareupeun
imahna ge engke rek jadi jalan buntu da di pindahkeun jalan na, ngadenge batur
mah luasan tanah sarua, menang duit na miliaran, na ari nasib aing, aya
permainan naon atuh? Kudu lapor kasaha ari abdi? Pernah datang ka pak bupati ge
susah pisan panggihna,” imbuhnya.**[Dady]
0 Komentar